Rabu, 22 Februari 2017

Dahsyatnya Shalat Dhuha

Rabu, 4 Januari 2017

Hari itu aku mengantar Mama dan Mamas untuk melakukan Vaksin Meningitis ke KKP Soekarno Hatta, Cengkareng (Kantor Kesehatan Pelabuhan). Kami cukup mengikuti petunjuk arah jalan saat memasuki area Bandara Soetta yang menunjuk ke arah “Lounge Umroh” untuk bisa sampai di lokasi yang kami ingin tuju. Saat itu aku mendaftar via online sehingga antrean untuk memulai vaksin untuk peserta online baru dimulai sekitar pukul 10.00 WIB. Kami tiba disana pukul 08.30 WIB sehingga masih ada waktu 1,5 jam lagi untuk kami memulai vaksin. Kami pun memutuskan untuk menunggu dan menghabiskan 1,5 jam tersebut di area Masjid yang terletak di sebelah KKP. Masjidnya bersih, besar, nyaman,rapi, dan juga wangi. Kupandangi seluruh area Masjid, mungkin nanti seperti itulah keindahan Masjidil Haram saat nantinya Allah memanggilku dan memperkenanku mendatangi rumahNya di Mekkah saat Umroh nantinya. Ya.... mungkin sebentar lagi hal itu akan dirasa Mama dan Mamas bulan depan, lain halnya denganku yang masih belum tahu kapan kesananya. “Ah... semoga segera juga dan tak perlu menunggu lama ya! Aamiin ya Rabbal ‘alamiin,” gumamku dalam hati.

Mendekati pukul 10.00 WIB, tepatnya pukul 09.50 WIB pun kami berpindah menunggu antrean untuk kami ke KKP Bandara Soetta. Saat menunggu di ruang antre, tetiba di sebelah Mama datang ibu bertanya sambil terengah-engah dan duduk di bangku sebelah Mama bertanya,

“Permisi bu, apa ibu tahu kantin kalau untuk beli roti disini dimana ya bu? Saya melihat ada beberapa orang disana beli roti, tapi saya tidak tahu belinya dan saat mau menanyakan orang tersebut saya tidak enak?”, Ibu itu bertanya sambil mengelap peluhnya.

“Mohon maaf bu, saya sendiri juga tidak tahu bu letak kantinnya dimana. Saya juga baru pertama kali kesini. Adek tahu?”, Mama pun menjawab sambil bertanya juga padaku.

“Aku juga nggak tahu Mah,” jawabku singkat.

Seketika Mama pun mengeluarkan bekal lontong kami yang masih tersisa saat berada di Masjid tadi dan menyodorkan pada Ibu tersebut seraya berkata,

“Ini bu, saya punya beberapa lontong, untuk Ibu saja silahkan. Kebetulan kami sudah kenyang makan ini sebagai bekal. Hitung-hitung buat ganjal perut meski tidak seberapa kenyang,” Mama menawarkan.

“Wah... Apa tidak merepotkan Bu? Tidak apa jika saya ambil lontongnya untuk saya makan? 

Kebetulan perut saya perih benar Bu. Saya tadi ke RS Fatmawati, katanya disana bisa vaksin tapi pas sampai sana tidak bisa. Terus saya ke Klinik daerah Bintaro, katanya disana juga bisa tapi saat sampai disana ternyata tidak bisa juga. Terus saya langsung menuju kemari untuk vaksin, padahal saya berangkat dari rumah ba’da subuh dan mbelum sarapan sama sekali tapi sudah harus kesana kemari,” begitu penjelasan Ibu tersebut.

“Iya bu, monggo saja. Kebetulan saya bawa banyak untuk bekal. Tinggal sisa segini, karena yang lainnya saya tinggal di mobil soalnya berat kalau dibawa semuanya,” kata Mama sambil menyodorkan kantung plastik berisi lontong.

“Terima kasih ya bu, alhamdulillah. Semoga Ibu dimudahkan urusannyadi dunia dan akhirat. Aamiin!”, ucapnya sambil berterimakasih.

“Aamiin ya Rabbal ‘alamiin,” jawab Mama.

***
Pelajaran dari percakapan tersebut:

Sebelum berangkat Mama mampir dulu di tukang lontong dan nasi uduk dekat rumah, beliau bilang ingin mampir untuk membeli lontong dan makanan untuk bekal disana. Jumlah makanan yang dibelinya cukup banyak. Ketika kutanya untuk apa beli banyak-banyak, lalu beliau menjelaskan beli banyak bukan hanya untuk kita, siapa tahu nanti bisa dibagi dengan pengunjung lain disana yang butuh.

Berbagi disini dimanapun tempatnya supaya Allah nantinya juga membagi apa yang Dia punya untuk kita, mungkin saja tidak Allah bagi disini langsung sebagai balasannya. Tapi entah kapan nanti, pasti Allah akan membalasnya jika kita ikhlas memberi. Kalaupun tidak kau rasakan saat ini, mungkin nanti kamu sebagai anak Mama ataupun cucu Mama ataupun keturunan Mama entah yang mana, Insya Allah akan mendapatkan manfaat dari niat berbagi ini.

Seketika ku diam seribu bahasa. Saat itu kupelajari bahwa rezeki itu lebih indah dan berkah jika kita ikhlas berbagi. Karena dalam firman Allah di Surat Hud ayat 6, bahwa Allah sudah menjamin rezeki setiap hambaNya. Jadi tak perlu ragu kalau-kalau kau kekurangan jika hanya berbagi makanan yang tak seberapa harganya. Bisa jadi pemberianmu itu adalah cara dari Allah memberikan rezeki dan mencukupkan rezeki atas umatNya yang lain tapi melalui kamu sebagai perantaraNya. Dalam firmanNya di Surat Ibrahim ayat 7, Allah menginginkan kita untuk bersyukur atas semua nikmat dan rezeki yang telah di anugerahkanNya pada kita, maka nantiNya Allah akan menambah lagi dari hasil rasa syukur akan rezeki kita. Maka berbagilah, karena dengan berbagi yang tak seberapa bisa jadi merupakan suatu jalan untuk membuka rezeki kita dari pintu lainnya.

***

Belum selesai kegiatan vaksin disana, setelah kejadian dengan Ibu tadi, aku pun belajar kehidupan secara langsung dari dia sang Mama sebagai guruku sendiri kala itu. Tetiba Ibu di sebelahku pun menanyakan nomor antrian kepada Mama. Dan akupun menjawab bahwa Mama dan Mamas ku menggunakan pendaftaran online sehingga tidak perlu menggunakan nomor antrian seperti pendaftar manual yang datang pagi. Si Ibu di sebelahku bertanya, apakah aku akan vaksin juga atau tidak. Kujelaskan bahwa aku kesana hanya mengantar Mamas dan Mama ku untuk vaksin karena aku yang mendaftarkan via online untuk mereka berdua. Karena yang akan berangkat umroh hanya mereka berdua, aku tidak. Ibu tadi pun mendoakan kelak aku bisa segera dipanggilNya untuk pergi umroh kesana, lalu ku aamiinkan dengan segenap hati. Kemudian tak lama beliau pun bercerita bahwa dirinya akan berangkat umroh 9 Februari 2017. Beliau mengisahkan tentang:

Kepergian umrohnya di sponsori sepenuhnya langsung oleh teman SMA nya. Teman SMA nya mendapatkan rezeki untuk berangkat umroh dari suami yang telah memenangkan tender proyek kerjanya lalu mengajak ia dan teman satu teman SMA lainnya. Masya Allah... sungguh nikmat Allah yang luar biasa katanya. Tak pernah sedikit pun dalam benaknya akan berangkat kesana memenuhi panggilanNya tanpa biaya sama sekali, apalagi kini beliau sudah tak lagi bersuami karena suaminya sudah lebih dulu menghadap Illahi jalan 3 tahun ini. Ibu tadi bercerita, bahwa mungkin ini jawaban Allah atas Shalat Dhuha nya yang rutin beliau lakukan karena dalam Dhuhanya beliau berdoa:

“Ya Allah... Panggilah aku untuk bisa berkunjung ke makam kekasihMu, Rasulullah SAW dengan caraMu ya Rabb!”

Tak pernah absen berdoa sesudah Dhuhanya, mungkin inilah jawabannya. Tak pernah beliau putus asa atas doa dalam Dhuhanya. Berhari-hari, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun beliau tak pernah absen atas Dhuhanya. Malah, makin kesini makin beliau rapatkan Dhuhanya, beliau tambahkan lagi rakaatnya, dari 2 menjadi 4, menjadi 6 lalu stabil dalam rakaat 8 yang tak pernah absen dilakukan. Ya... Allah menjawabnya sekarang. Tak sedikitpun biaya beliau keluarkan dalam kepengurusan keberangkatan umrohnya ini. Kemudahan membuat paspor, kemudahan membuat buku kuning (kegiatan vaksin akan mendapatkan buku kuning sesudahnya sebagai syarat keberangkatan menuju tanah suci), dan kesehatan juga kemudahan tanpa halangan rintangan yang berarti untuk mengurus segala sesuatu demi bisa menginjakkan tanah suci dan menjawab panggilan berkunjung ke makam Nabi Muhammad SAW.

Lalu beliau berpesan,

“Dhuha aja dek, biar Allah cepatkan kamu ikutan berkunjung kesana seperti ku dan seperti Mama juga Mamasmu. Insya Allah, Allah dengar, dan Insya Allah akan Allah jawab cepat. Asal kita berdoa dengan yakin, Insya Allah gak pernah Allah tunda-tunda lagi,” sarannya sangat berapi-api

“Aamiin ya Allah... Doakan istiqamah ya bu. Biar nular kayak Ibu,” jawabku tanpa terasa menetes air mataku mendengarkan ceritanya.

***

Pelajaran lagi hari ini, rezeki tak selalu melulu materi. Meskipun sudah Allah tetapkan setiap hambaNya akan suatu rezeki yang pasti, tapi dengan sunnah disamping menjalankan yang sudah kewajibannya, itulah cara membuka pintu rezeki dari tempat lainnya. Panggilan ke tanah suci, sejauh apapun materi kalau Allah belum memanggil, maka belum lah bisa kau mengunjunginya. Lain halnya, jika Allah sudah berkenan, maka tanpa secuil materi pun kita bisa menginjakkan kaki kita disana dengan cara yang bahkan tak bisa ternalar oleh pemikiran kita.
Memang... rezeki itu pasti, tapi untuk membuka rezeki lainnya, kita bisa mengusahakannya melalui ketukan pintu doa dari serentetan sunnahNya.


Mungkin tak langsung dijawabNya, tapi percayalah, di balik rentetan sunnah bahkan doa di dalamnya, akan Allah jawab pastinya. Mungkin jawabannya bukanlah hajat yang selama ini kita panjatkan, tetapi jawabannya adalah kemudahan yang selama ini kita rasakan. Mungkin itulah jawaban yang paling tepat untuk kita berdasarkan pilihan Allah atas semua doa dan sunnah kita. Rezeki dan nikmat tak selalu melulu materi. Bisa jadi, keselamatan berkendara, kemudahan mengurus segala hal, keselamatan dalam berbagai musibah yang ada di depan mata, keluarga sehat juga tubuh kita, dan kebahagiaan atas senyum tingkah laku keponakan yang kita lakukan, itulah salah satu nikmat dan rezeki yang Allah beri.

#FYI  Aku gak ngajak ibunya foto karena udah membleh dluan nangis. Anak cengeng emang :'(