Rabu, 4 Januari 2017
Hari itu aku mengantar Mama dan Mamas untuk melakukan Vaksin Meningitis ke KKP Soekarno Hatta,
Cengkareng (Kantor Kesehatan Pelabuhan). Kami cukup mengikuti petunjuk arah
jalan saat memasuki area Bandara Soetta yang menunjuk ke arah “Lounge Umroh”
untuk bisa sampai di lokasi yang kami ingin tuju. Saat itu aku mendaftar via online sehingga antrean untuk memulai vaksin untuk peserta online baru dimulai sekitar pukul 10.00
WIB. Kami tiba disana pukul 08.30 WIB sehingga masih ada waktu 1,5 jam lagi
untuk kami memulai vaksin. Kami pun
memutuskan untuk menunggu dan menghabiskan 1,5 jam tersebut di area Masjid yang
terletak di sebelah KKP. Masjidnya bersih, besar, nyaman,rapi, dan juga wangi.
Kupandangi seluruh area Masjid, mungkin nanti seperti itulah keindahan Masjidil
Haram saat nantinya Allah memanggilku dan memperkenanku mendatangi rumahNya di
Mekkah saat Umroh nantinya. Ya.... mungkin sebentar lagi hal itu akan dirasa
Mama dan Mamas bulan depan, lain halnya denganku yang masih belum tahu kapan
kesananya. “Ah... semoga segera juga dan tak perlu menunggu lama ya! Aamiin ya
Rabbal ‘alamiin,” gumamku dalam hati.
Mendekati pukul 10.00 WIB, tepatnya pukul 09.50 WIB pun kami
berpindah menunggu antrean untuk kami ke KKP Bandara Soetta. Saat menunggu di
ruang antre, tetiba di sebelah Mama datang ibu bertanya sambil terengah-engah
dan duduk di bangku sebelah Mama bertanya,
“Permisi bu, apa ibu tahu kantin kalau untuk beli roti
disini dimana ya bu? Saya melihat ada beberapa orang disana beli roti, tapi
saya tidak tahu belinya dan saat mau menanyakan orang tersebut saya tidak
enak?”, Ibu itu bertanya sambil mengelap peluhnya.
“Mohon maaf bu, saya sendiri juga tidak tahu bu letak
kantinnya dimana. Saya juga baru pertama kali kesini. Adek tahu?”, Mama pun
menjawab sambil bertanya juga padaku.
“Aku juga nggak tahu Mah,” jawabku singkat.
Seketika Mama pun mengeluarkan bekal lontong kami yang masih
tersisa saat berada di Masjid tadi dan menyodorkan pada Ibu tersebut seraya
berkata,
“Ini bu, saya punya beberapa lontong, untuk Ibu saja
silahkan. Kebetulan kami sudah kenyang makan ini sebagai bekal. Hitung-hitung
buat ganjal perut meski tidak seberapa kenyang,” Mama menawarkan.
“Wah... Apa tidak merepotkan Bu? Tidak apa jika saya ambil
lontongnya untuk saya makan?
Kebetulan perut saya perih benar Bu. Saya tadi ke
RS Fatmawati, katanya disana bisa vaksin tapi
pas sampai sana tidak bisa. Terus saya ke Klinik daerah Bintaro, katanya disana
juga bisa tapi saat sampai disana ternyata tidak bisa juga. Terus saya langsung
menuju kemari untuk vaksin, padahal
saya berangkat dari rumah ba’da subuh dan mbelum sarapan sama sekali tapi sudah
harus kesana kemari,” begitu penjelasan Ibu tersebut.
“Iya bu, monggo saja. Kebetulan saya bawa banyak untuk
bekal. Tinggal sisa segini, karena yang lainnya saya tinggal di mobil soalnya
berat kalau dibawa semuanya,” kata Mama sambil menyodorkan kantung plastik
berisi lontong.
“Terima kasih ya bu, alhamdulillah. Semoga Ibu dimudahkan
urusannyadi dunia dan akhirat. Aamiin!”, ucapnya sambil berterimakasih.
“Aamiin ya Rabbal ‘alamiin,” jawab Mama.
***
Pelajaran dari percakapan tersebut:
Sebelum berangkat Mama mampir dulu di tukang lontong dan
nasi uduk dekat rumah, beliau bilang ingin mampir untuk membeli lontong dan
makanan untuk bekal disana. Jumlah makanan yang dibelinya cukup banyak. Ketika
kutanya untuk apa beli banyak-banyak, lalu beliau menjelaskan beli banyak bukan
hanya untuk kita, siapa tahu nanti bisa dibagi dengan pengunjung lain disana
yang butuh.
Berbagi disini
dimanapun tempatnya supaya Allah nantinya juga membagi apa yang Dia punya untuk
kita, mungkin saja tidak Allah bagi disini langsung sebagai balasannya. Tapi
entah kapan nanti, pasti Allah akan membalasnya jika kita ikhlas memberi.
Kalaupun tidak kau rasakan saat ini, mungkin nanti kamu sebagai anak Mama
ataupun cucu Mama ataupun keturunan Mama entah yang mana, Insya Allah akan
mendapatkan manfaat dari niat berbagi ini.
Seketika ku diam seribu bahasa. Saat itu kupelajari bahwa
rezeki itu lebih indah dan berkah jika kita ikhlas berbagi. Karena dalam firman
Allah di Surat Hud ayat 6, bahwa Allah
sudah menjamin rezeki setiap hambaNya. Jadi tak perlu ragu kalau-kalau kau
kekurangan jika hanya berbagi makanan yang tak seberapa harganya. Bisa jadi
pemberianmu itu adalah cara dari Allah
memberikan rezeki dan mencukupkan rezeki atas umatNya yang lain tapi melalui
kamu sebagai perantaraNya. Dalam firmanNya di Surat Ibrahim ayat 7, Allah menginginkan kita untuk bersyukur atas
semua nikmat dan rezeki yang telah di anugerahkanNya pada kita, maka nantiNya
Allah akan menambah lagi dari hasil rasa syukur akan rezeki kita. Maka
berbagilah, karena dengan berbagi yang tak seberapa bisa jadi merupakan suatu jalan untuk membuka rezeki kita dari pintu
lainnya.
***
Belum selesai kegiatan vaksin
disana, setelah kejadian dengan Ibu tadi, aku pun belajar kehidupan secara
langsung dari dia sang Mama sebagai guruku sendiri kala itu. Tetiba Ibu di
sebelahku pun menanyakan nomor antrian kepada Mama. Dan akupun menjawab bahwa
Mama dan Mamas ku menggunakan pendaftaran online
sehingga tidak perlu menggunakan nomor antrian seperti pendaftar manual yang
datang pagi. Si Ibu di sebelahku bertanya, apakah aku akan vaksin juga atau tidak. Kujelaskan bahwa aku kesana hanya mengantar
Mamas dan Mama ku untuk vaksin karena
aku yang mendaftarkan via online
untuk mereka berdua. Karena yang akan berangkat umroh hanya mereka berdua, aku
tidak. Ibu tadi pun mendoakan kelak aku bisa segera dipanggilNya untuk pergi
umroh kesana, lalu ku aamiinkan
dengan segenap hati. Kemudian tak lama beliau pun bercerita bahwa dirinya akan
berangkat umroh 9 Februari 2017. Beliau mengisahkan tentang:
Kepergian umrohnya di
sponsori sepenuhnya langsung oleh teman SMA nya. Teman SMA nya mendapatkan
rezeki untuk berangkat umroh dari suami yang telah memenangkan tender proyek
kerjanya lalu mengajak ia dan teman satu teman SMA lainnya. Masya Allah...
sungguh nikmat Allah yang luar biasa katanya. Tak pernah sedikit pun dalam
benaknya akan berangkat kesana memenuhi panggilanNya tanpa biaya sama sekali,
apalagi kini beliau sudah tak lagi bersuami karena suaminya sudah lebih dulu
menghadap Illahi jalan 3 tahun ini. Ibu tadi bercerita, bahwa mungkin ini
jawaban Allah atas Shalat Dhuha nya yang rutin beliau lakukan karena dalam
Dhuhanya beliau berdoa:
“Ya Allah... Panggilah
aku untuk bisa berkunjung ke makam kekasihMu, Rasulullah SAW dengan caraMu ya Rabb!”
Tak pernah absen
berdoa sesudah Dhuhanya, mungkin inilah jawabannya. Tak pernah beliau putus asa
atas doa dalam Dhuhanya. Berhari-hari, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
beliau tak pernah absen atas Dhuhanya. Malah, makin kesini makin beliau rapatkan
Dhuhanya, beliau tambahkan lagi rakaatnya, dari 2 menjadi 4, menjadi 6 lalu
stabil dalam rakaat 8 yang tak pernah absen dilakukan. Ya... Allah menjawabnya
sekarang. Tak sedikitpun biaya beliau keluarkan dalam kepengurusan
keberangkatan umrohnya ini. Kemudahan membuat paspor, kemudahan membuat buku
kuning (kegiatan vaksin akan mendapatkan buku kuning sesudahnya sebagai syarat
keberangkatan menuju tanah suci), dan kesehatan juga kemudahan tanpa halangan
rintangan yang berarti untuk mengurus segala sesuatu demi bisa menginjakkan
tanah suci dan menjawab panggilan berkunjung ke makam Nabi Muhammad SAW.
Lalu beliau berpesan,
“Dhuha aja dek, biar
Allah cepatkan kamu ikutan berkunjung kesana seperti ku dan seperti Mama juga
Mamasmu. Insya Allah, Allah dengar, dan Insya Allah akan Allah jawab cepat.
Asal kita berdoa dengan yakin, Insya Allah gak pernah Allah tunda-tunda lagi,”
sarannya sangat berapi-api
“Aamiin ya Allah...
Doakan istiqamah ya bu. Biar nular kayak Ibu,” jawabku tanpa terasa menetes air
mataku mendengarkan ceritanya.
***
Pelajaran lagi hari ini, rezeki tak selalu melulu materi.
Meskipun sudah Allah tetapkan setiap hambaNya akan suatu rezeki yang pasti,
tapi dengan sunnah disamping
menjalankan yang sudah kewajibannya, itulah cara membuka pintu rezeki dari
tempat lainnya. Panggilan ke tanah suci,
sejauh apapun materi kalau Allah belum memanggil, maka belum lah bisa kau
mengunjunginya. Lain halnya, jika Allah sudah berkenan, maka tanpa secuil
materi pun kita bisa menginjakkan kaki kita disana dengan cara yang bahkan tak
bisa ternalar oleh pemikiran kita.
Memang... rezeki itu pasti, tapi untuk membuka rezeki
lainnya, kita bisa mengusahakannya melalui ketukan pintu doa dari serentetan sunnahNya.
Mungkin tak langsung
dijawabNya, tapi percayalah, di balik rentetan sunnah bahkan doa di dalamnya,
akan Allah jawab pastinya. Mungkin jawabannya bukanlah hajat yang selama ini
kita panjatkan, tetapi jawabannya adalah kemudahan yang selama ini kita
rasakan. Mungkin itulah jawaban yang paling tepat untuk kita berdasarkan
pilihan Allah atas semua doa dan sunnah kita. Rezeki dan nikmat tak selalu
melulu materi. Bisa jadi, keselamatan berkendara, kemudahan mengurus segala
hal, keselamatan dalam berbagai musibah yang ada di depan mata, keluarga sehat
juga tubuh kita, dan kebahagiaan atas senyum tingkah laku keponakan yang kita
lakukan, itulah salah satu nikmat dan rezeki yang Allah beri.
#FYI Aku gak ngajak ibunya foto karena udah membleh dluan nangis. Anak cengeng emang :'(